Selasa, 17 Oktober 2017

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Tanggal 26 September 2017

Terdapat tiga pilar filsafat yaitu Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi. Ontologi ialah pengertian atau hakekat dari suatu hal. Epistimologi adalah metode untuk memperoleh pengertian atau pemahaman dari suatu hal. Sedangkan aksiologi adalah manfaat dari melakukan suatu hal. Di dalam filsafat, ketiga pilar ini saking berkaitan dan memiliki peranan penting. Contohnya dalam filsafat ilmu seseorang perlu memahami ontologinya atau pengertian atau hakekat dari suatu ilmu yang ingin dipelajari. Kemudian menemukan epistimologinya atau metode untuk membangun ilmu tersebut. Dan yang ketiga harus dapat mengerti dan melaksanakan aksiologinya atau dapat menemukan manfaat serta menerapkannya di dakam kehidupan sehari-hari. Sehingga ilmu dapat bermakna serta bermanfaat bagi kehidupan.
Dalam membangun ilmu, hal yang menandai suatu ilmu dapat terbentuk ialah munculnya pertanyaan-pertanyaan. Jika seseorang merasa penasaran akan suatu hal, pasti ada naluri untuk mencari tahu jawaban atau penyelesaiannya. Begitu pun dengan terbentuknya suatu ilmu. Sebelum seseorang mendapatkan suatu informasi yang bermakna, terlebuh dahulu ada rasa penasaran yang memunculkan pertanyaan sehingga terjadilah awal dari suatu ilmu. Ketika seseorang tidak memiliki rasa ingin tahu, sesungguhnya ia sedang tidak berilmu. Dan ketika seseorang enggan bertanya padahal sudah diberi kesempatan, sesungguhnya ia malas berilmu.
Setiap hal di dunia ini memiliki potensi, baik potensi menjadi baik atau buruk. Potensi dibagi menjadi dua yaitu takdir dan ikhtiar. Takdir ialah potensi seseorang yang sudah digariskan sedemikian rupa oleh yang maha kuasa terjadi seperti apa yang telah ditetapkan. Sedangkan ikhtiar adalah usaha suatu individu untuk merubah takdirnya, tentu saja perubahan yang diharapkan adalah perubahan untuk menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. Jika takdir hanya menerima dan pasrah dengan apa yang akan terjadi, maka lain hal nya dengan ihktiar. Ikhtiar merupakan kegiatan atau aktivitas berubah dalam rangka mengupayakan agar terjadi takdir yang baik.

Dewa dalam filsafat itu berdimensi. Setiap makhluk dapat menjadi dewa dari makhluk lain. Setiap makhluk memiliki daksanya masing-masing. Contohnya ayam merupakan dewa daric acing, karena cacing tidak mampu memikirkan atau mengetahui kalau ayam akan memangsanya. Ayam menguasai kehidupan cacing yaitu sebagai predator cacing. Sedangkan cacing adalah daksanya ayam yang hanya bias pasrah apabila sudah dipatok ayam. Contoh lain rektor adalah dewa dari para dosen di universitas, karena rector mampu mengeluarkan kebijakan yang wajib ditaati oleh semua warga universitas termasuk para dosen. Dosen dengan jabatan dan gelar yang tertinggi sekalipun tetap akan tunduk patuh pada perintah rektor.  Contoh lainnya adalah diriku merupakan dewa dari diriku yang lain, yaitu diriku yang sekarang merupakan dewa dari diriku yang tadi karena sekarang aku bertambah sedikit pengalaman dari pada diriku yang tadi. Begitu pula diriku nanti atau di masa depan merupakan dewa dari diriku saaat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar