Terdapat tiga
pilar filsafat yaitu Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi. Ontologi ialah
pengertian atau hakekat dari suatu hal. Epistimologi adalah metode untuk
memperoleh pengertian atau pemahaman dari suatu hal. Sedangkan aksiologi adalah
manfaat dari melakukan suatu hal. Di dalam filsafat, ketiga pilar ini saking
berkaitan dan memiliki peranan penting. Contohnya dalam filsafat ilmu seseorang
perlu memahami ontologinya atau pengertian atau hakekat dari suatu ilmu yang
ingin dipelajari. Kemudian menemukan epistimologinya atau metode untuk
membangun ilmu tersebut. Dan yang ketiga harus dapat mengerti dan melaksanakan
aksiologinya atau dapat menemukan manfaat serta menerapkannya di dakam kehidupan
sehari-hari. Sehingga ilmu dapat bermakna serta bermanfaat bagi kehidupan.
Dalam
membangun ilmu, hal yang menandai suatu ilmu dapat terbentuk ialah munculnya
pertanyaan-pertanyaan. Jika seseorang merasa penasaran akan suatu hal, pasti
ada naluri untuk mencari tahu jawaban atau penyelesaiannya. Begitu pun dengan
terbentuknya suatu ilmu. Sebelum seseorang mendapatkan suatu informasi yang
bermakna, terlebuh dahulu ada rasa penasaran yang memunculkan pertanyaan
sehingga terjadilah awal dari suatu ilmu. Ketika seseorang tidak memiliki rasa
ingin tahu, sesungguhnya ia sedang tidak berilmu. Dan ketika seseorang enggan
bertanya padahal sudah diberi kesempatan, sesungguhnya ia malas berilmu.
Setiap hal di
dunia ini memiliki potensi, baik potensi menjadi baik atau buruk. Potensi
dibagi menjadi dua yaitu takdir dan ikhtiar. Takdir ialah potensi seseorang
yang sudah digariskan sedemikian rupa oleh yang maha kuasa terjadi seperti apa
yang telah ditetapkan. Sedangkan ikhtiar adalah usaha suatu individu untuk
merubah takdirnya, tentu saja perubahan yang diharapkan adalah perubahan untuk
menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. Jika takdir hanya menerima dan pasrah
dengan apa yang akan terjadi, maka lain hal nya dengan ihktiar. Ikhtiar
merupakan kegiatan atau aktivitas berubah dalam rangka mengupayakan agar
terjadi takdir yang baik.
Dewa dalam
filsafat itu berdimensi. Setiap makhluk dapat menjadi dewa dari makhluk lain.
Setiap makhluk memiliki daksanya masing-masing. Contohnya ayam merupakan dewa
daric acing, karena cacing tidak mampu memikirkan atau mengetahui kalau ayam
akan memangsanya. Ayam menguasai kehidupan cacing yaitu sebagai predator
cacing. Sedangkan cacing adalah daksanya ayam yang hanya bias pasrah apabila
sudah dipatok ayam. Contoh lain rektor adalah dewa dari para dosen di
universitas, karena rector mampu mengeluarkan kebijakan yang wajib ditaati oleh
semua warga universitas termasuk para dosen. Dosen dengan jabatan dan gelar
yang tertinggi sekalipun tetap akan tunduk patuh pada perintah rektor. Contoh lainnya adalah diriku merupakan dewa
dari diriku yang lain, yaitu diriku yang sekarang merupakan dewa dari diriku
yang tadi karena sekarang aku bertambah sedikit pengalaman dari pada diriku
yang tadi. Begitu pula diriku nanti atau di masa depan merupakan dewa dari
diriku saaat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar